Apa sih itu Gratifikasi ?

Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian biaya tambahan (fee), uang, barang, rabat (diskon), komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Landasan hukum tindak gratifikasi diatur dalam UU 31/1999 dan UU 20/2001 Pasal 12 dimana ancamannya adalah dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah.

Pada UU 20/2001 setiap gratifikasi yang diperoleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap, namun ketentuan yang sama tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Silahkan buka link di bawah ini untuk mengetahui tata cara pelaporan gratifikasi.

http://kpk.go.id/id/layanan-publik/gratifikasi/tata-cara-pelaporan-dan-unduh-form

Contoh-contoh Pemberian yang dapat dikategorikan sebagai Gratifikasi :

-)Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu;

-)Hadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut;

-)Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma;

-)Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan;

-)Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat;

-)Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan;

-)Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja;

-)Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.

Seluruh pemberian tersebut diatas, dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, apabila ada hubungan kerja atau kedinasan antara pemberi dan dengan pejabat yang menerima, dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat tersebut.
Contoh Kasus yang dapat dikategorikan sebagai Gratifikasi :

-)Pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif, karena hal ini dapat memengaruhi legislasi dan implementasinya oleh eksekutif.

-)Cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/kelulusan.

-)Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi (dinas pendapatan daerah), LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila kasus ini terjadi KPK menyarankan agar laporan dipublikasikan oleh media massa dan dilakukan penindakan tegas terhadap pelaku.

-)Penyediaan biaya tambahan (fee) 10-20 persen dari nilai proyek.

-)Uang retribusi untuk masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah.

-)Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat.

-)Perjalanan wisata bagi bupati menjelang akhir jabatan.

-)Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat menggunakan kotak amal).

-)Hadiah pernikahan untuk keluarga PNS yang melewati batas kewajaran (baik nilai ataupun harganya).

-)Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang "dipercepat" dengan uang tambahan.

-)Mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal.

-)Pengurusan izin yang sangat dipersulit.


Sedikit tentang Anjuran Memberi Hadiah dan Keikhlasan

Memberi hadih itu dianjurkan. Tentu saja. Asalkan ikhlas tanpa pamrih.
Jadi, bagi yang berargumentasi bahwa hadiah kepada seseorang oknum diberikan ikhlas tanpa berharap apa-apa, mungkin bisa mengujinya dengan bertanya pada diri sendiri, “Apakah jika dia bukan guru/ rekan kerja atau orang yang bisa membantuku, dia bukan siapa-siapa, akankah aku beri hadiah juga? Kalaupun ya, akankah sama nilainya dengan yang kuberikan kepada dia? Misalnya kepada tetangga atau pengemis?”
Jika niat memberi hadiah dan nilainya masih bergantung pada “jabatan” dan “peran” yang melekat pada si penerima hadiah, kita perlu mengkaji ulang.

Sedikit tentang Tradisi
Dalam acara-acara Gerakan Saya Perempuan Anti Korupsi yang diadakan KPK, selalu muncul pertanyaan yang menjadi judul di atas dari kaum ibu. Pertanyaan itu selalu dijawab tegas oleh Dikyanmas KPK maupun pakar hukum yang menjadi narasumber acara: “Tidak boleh, karena hadiah tersebut termasuk gratifikasi dan berpotensi suap, yang berarti tindakan korupsi.”
Sudah bisa diduga, beragam reaksi bantahan muncul dari para ibu. Antara lain:
  1. Lho, ini kan sudah tradisi. Adat timur. Islami. Kita dianjurkan memberi hadiah kepada siapa saja.
  2. Saya ikhlas kok, dan tidak mengharapkan imbal balik.
  3. Kenapa sih dikait-kaitkan dengan isu korupsi? Sekolah anak saya swasta kok, gurunya bukan PNS.
  4. Kan sekadar ucapan terima kasih, nilainya juga tak seberapa. Sekadar menunjukkan penghargaan atas jasanya.
  5. Saya memberikan hadiah setelah kenaikan kelas (atau kelulusan) jadi tak mungkin berpengaruh pada nilai anak.
  6. Semua orangtua memberi hadiah, kalau saya tidak, rasanya aneh dan khawatir dicap pelit.
  7. Kasihan kan guru-guru itu. Sudah capek-capek tapi kesejahteraan mereka kurang diperhatikan.
Kemudian narasumber dari KPK dan pakar hukum pun menjelaskan panjang lebar. Yang mana intinya perbuatan tersebut tetap Gratifikasi dan merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum. dengan menjadikan buku SPAK sebagai referensi mungkin akan menambah wawasan serta pemahaman anda terkait Gratifikasi. Buku tersebut dapat didownload gratis di:

http://acch.kpk.go.id/buku-saya-perempuan-anti-korupsi

Dasar Pemikiran:
1) Tidak sepantasnya pegawai negeri/pejabat publik menerima pemberian atas pelayanan yang mereka berikan.

2) Seseorang tidak berhak meminta dan mendapat sesuatu melebihi haknya sekadar ia melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab dan kewajibannya.
Nah oleh sebab itu mari kita membiasakan yang benar, bukan membenarkan kebiasaan.

Sekian informasi yang dapat saya berikan. Semoga dengan membaca artikel ini dapat menambah semangat kita untuk memberantas Korupsi yang mana dapat dimulai dari diri kita sendiri. Terutama di lingkungan sekolah, dimana awal mula karakter anak bangsa dapat kita bentuk. 

Jika kamu rasa artikel ini bermanfaat, saya akan sangat senang jika kamu membagikan artikel ini dengan mengklik tombol Share. 

Terima Kasih 🙏💕

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Renang

Gerak dasar Senam Lantai

Sejarah Senam Lantai